Inggris (bahasa Inggris: England) adalah sebuah negara yang merupakan bagian dari Britania Raya.[6][7][8] Negara ini berbatasan dengan Skotlandia di sebelah utara dan Wales di sebelah barat, Laut Irlandia di barat laut, Laut Keltik di barat daya, serta Laut Utara di sebelah timur dan Selat Inggris, yang memisahkannya dari benua Eropa, di sebelah selatan. Sebagian besar wilayah Inggris terdiri dari bagian tengah dan selatan Pulau Britania Raya di Atlantik Utara. Inggris juga mencakup lebih dari 100 pulau-pulau kecil seperti Isles of Scilly dan Isle of Wight.
Wilayah yang saat ini bernama Inggris pertama kali dihuni oleh manusia modern selama periode Paleolitikum, namun nama England ini berasal dari kata Angles, yang merupakan salah satu suku Jermanik yang menetap di sana pada abad ke-5 dan ke-6. Inggris menjadi negara yang bersatu pada tahun 927 M, dan sejak Zaman Penjelajahan yang dimulai pada abad ke-15, Inggris telah memberikan pengaruh budaya dan hukum yang signifikan ke berbagai belahan dunia.[9] Bahasa Inggris, Gereja Anglikan, dan hukum Inggris-yang menjadi dasar sistem hukum umum bagi negara lain di seluruh dunia-berasal dan dikembangkan di Inggris, dan sistem parlementer negara ini juga telah banyak diadopsi oleh negara-negara lain.[10] Revolusi Industri yang dimulai pada abad ke-18 menjadikan Inggris sebagai negara industri pertama di dunia.[11] Royal Society Inggris juga berperan penting dalam meletakkan dasar-dasar sains eksperimental modern terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi.[12]
Topografi Inggris sebagian besar terdiri dari perbukitan dan dataran rendah, terutama di Inggris bagian tengah dan selatan. Dataran tinggi terdapat di bagian utara (misalnya, pegunungan Danau District, Pennines, serta Yorkshire Dales) dan di barat daya (misalnya Dartmoor dan Cotswolds). Ibu kota Inggris dahulunya adalah Winchester, kemudian digantikan oleh London pada tahun 1066. Saat ini London merupakan daerah metropolitan terbesar di Britania Raya dan zona perkotaan terbesar di Uni Eropa berdasarkan luas wilayah.[catatan 3] Penduduk Inggris berjumlah sekitar 53 juta jiwa, atau sekitar 84% dari total populasi Britania Raya, sebagian besarnya terkonsentrasi di London, Inggris Tenggara, dan kawasan-kawasan konurbasi di Midlands, Barat Laut, Timur Laut dan Yorkshire, masing-masing wilayah ini dikembangkan sebagai daerah industri utama selama abad ke-19. Sedangkan kawasan padang rumput terdapat di luar wilayah kota-kota besar.
Kerajaan Inggris (setelah tahun 1284 juga termasuk Wales) adalah sebuah negara berdaulat sampai tanggal 1 Mei 1707. Kemudian Undang-Undang Kesatuan yang menyatakan bahwa Kerajaan Inggris dan Kerajaan Skotlandia disatukan secara politik untuk membentuk Kerajaan Britania Raya disahkan pada tahun 1707.[13][14] Pada tahun 1801, Britania Raya bersatu dengan Kerajaan Irlandia dengan disahkannya Undang-Undang Kesatuan 1800 dan kemudian namanya berganti menjadi Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia. Pada tahun 1922, Negara Bebas Irlandia berdiri sebagai suatu domini yang terpisah, namun enam county di Irlandia Utara tetap memilih untuk menjadi bagian dari Britania Raya, yang kemudian namanya diubah lagi menjadi Kerajaan Bersatu Britania Raya dan Irlandia Utara, yaitu konteks negara Britania Raya yang dikenal hingga sekarang ini.
Daftar isi [tampilkan]
Etimologi[sunting | sunting sumber]
Nama "Inggris" (England) berasal dari kata Englaland dalam bahasa Inggris kuno, yang berarti "tanah Angles".[15] Angles ini adalah salah satu dari suku-suku Jermanik yang menetap di Britania Raya selama Abad Pertengahan Awal. Suku Angles ini berasal dari semenanjung Angeln di Teluk Kiel, wilayah Laut Baltik.[16] Menurut Oxford English Dictionary, penggunaan pertama yang diketahui dari kata "England" untuk merujuk pada bagian selatan dari Pulau Britania Raya terjadi pada tahun 897, dan ejaan modern untuk kata ini pertama kali digunakan pada tahun 1538.[17]
Penyebutan awal untuk kata England secara tertulis terdapat dalam karya Tacitus yang berjudul Germania pada abad ke-1, yang menggunakan kata Anglii.[18] Etimologi dari nama itu sendiri masih diperdebatkan oleh para sejarawan, dikatakan bahwa nama England ini sebenarnya berasal dari kata Angeln.[19] Sedangkan istilah yang digunakan untuk menyebut nama Saxons, yang digunakan untuk menyebut keseluruhan negara dan penduduknya tidak diketahui asalnya, namun diperkirakan bahwa kata ini digunakan karena kebiasaan memanggil orang-orang Jermanik yang menetap di Pulau Britania Raya dengan sebutan Angli Saxones atau English Saxons.[20] Perlu dicatat juga bahwa dalam bahasa Gaelik Skotlandia (bahasa lain yang berkembang di Pulau Britania), sebutan untuk Saxon ini adalah "Sasunn", diperkirakan bahwa kata ini diberikan oleh suku Saxon.[21]
Nama alternatif untuk Inggris adalah Albion. Kata ini awalnya digunakan untuk merujuk ke seluruh Pulau Britania Raya. Catatan paling awal dari nama ini muncul dalam karya Aristoteles, Corpus Aristotelicum pada abad ke-4 SM.[22] Disebutkan bahwa: "Di luar pilar-pilar Herkules terdapat lautan yang mengalir di sepanjang bumi dan di dalamnya ada dua pulau sangat besar yang disebut Britannia; yang terdiri dari Albion dan Ierne".[22] Kata Albion (Ἀλβίων) atau Pulau Albionum kemungkinan memiliki dua asal-usul; dari kata Latin albus, yang berarti putih, untuk merujuk ke tebing putih Dover, yang merupakan satu-satunya bagian dari Pulau Britania yang terlihat dari daratan Eropa,[23] atau bisa juga kata ini berasal dari frasa di dalam manuskrip Massaliote Periplus, yaitu "Pulau Albiones".[24] Kata Albion saat ini digunakan untuk menyebut Inggris dalam kapasitas yang lebih puitis.[25] Nama roman lain untuk Inggris adalah Loegria, yang terkait dengan sebutan dalam bahasa Wales untuk Inggris (Lloegr), dan penggunaannya ini dipopulerkan dalam legenda Raja Arthur.
Sejarah
Bukti awal yang berkenaan dengan keberadaan manusia di wilayah yang saat ini dikenal sebagai Inggris diperkirakan dihuni oleh Homo antecessor sekitar 780.000 tahun yang lalu. Kerangka proto-manusia tertua ditemukan di Inggris dan diduga berasal dari 500.000 tahun yang lalu.[26] Manusia modern diketahui telah menghuni wilayah Inggris pada periode Paleolitikum Atas, meskipun pemukiman permanen baru terbentuk dalam 6000 tahun terakhir.[27][28] Setelah akhir periode zaman es, hanya mamalia besar seperti mammoth, bison dan badak purba yang menghuni wilayah ini. Kira-kira 11.000 tahun yang lalu, ketika lapisan es mulai surut, manusia kembali menghuni Inggris. Penelitian genetik menunjukkan bahwa mereka datang dari bagian utara Semenanjung Iberia.[29] Saat permukaan laut lebih rendah dari sekarang ini, Pulau Britania bersatu dengan Pulau Irlandia dan Eurasia.[30] Namun saat permukaan laut naik, Britania terpisah dari Irlandia 10.000 tahun yang lalu, dan selanjutnya juga terpisah dari Eurasia dua milenium kemudian.
Kebudayaan Beaker memasuki Britania kira-kira tahun 2500 SM. Kebudayaan ini memperkenalkan perkakas makanan dan minuman yang terbuat dari tanah liat dan tembaga.[31] Periode ini juga merupakan periode dibangunnya monumen Neolitikum seperti Stonehenge dan Avebury. Dengan teknik pemanasan timah dan tembaga yang ketersediaannya melimpah di wilayah itu, orang-orang Beaker ini mulai membuat perunggu, dan kemudian memproduksi besi dari bijih besi. Berkembangnya teknik peleburan besi menyebabkan pembuatan mesin bajak, dan pada akhirnya menghasilkan pertanian yang lebih maju serta produksi senjata yang lebih efektif.[32]
Menurut John T. Koch dan sejarawan lainnya, Inggris pada periode Zaman Perunggu Akhir adalah bagian dari kebudayaan jaringan perdagangan maritim yang disebut sebagai Zaman Perunggu Atlantik yang mencakup seluruh Kepulauan Britania dan sebagian besar wilayah-wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Perancis dan Iberia. Bahasa Keltik juga berkembang di wilayah-wilayah tersebut.[33][34][35]
Selama periode Zaman Besi, budaya Keltik, yang berasal dari budaya Hallstatt dan budaya La Tène, tiba dari Eropa Tengah. Britonik adalah bahasa lisan yang digunakan pada masa itu. Masyarakat menetap secara kesukuan. Menurut Ptolemy dalam manuskrip Geographia, terdapat kurang lebih 20 suku berbeda yang menetap di wilayah tersebut. Namun, suku-suku yang terbentuk sebelum itu tidak diketahui karena orang-orang Britonik ini buta huruf. Seperti wilayah lainnya yang berada di batas Kekaisaran, Britania telah lama menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Romawi. Julius Caesar dari Republik Romawi berusaha untuk menyerang Pulau Britania dua kali pada tahun 55 SM, namun sebagian besar tidak berhasil. Pada akhirnya Caesar berhasil mendirikan kerajaan klien di Trinovantes.
Romawi menginvasi Britania pada tahun 43 M pada masa pemerintahan Kaisar Claudius, dan wilayah itu selanjutnya dimasukkan ke dalam Kekaisaran Romawi dengan nama Provinsi Britania.[36] Suku-suku lokal yang berusaha melawan di antaranya adalah suku Catuvellauni yang dipimpin oleh Caratacus. Kemudian, pemberontakan yang dipimpin oleh Boudica, Ratu Iceni, yang berakhir dengan aksi bunuh diri Boudica menyusul kekalahannya dalam Pertempuran Watling Street.[37] Selama periode ini, terjadi dominasi dari kebudayaan Yunani-Romawi dengan diperkenalkannya hukum Romawi, arsitektur Romawi, sistem pembuangan, alat-alat pertanian, dan sutra.[38][39][40] Pada abad ke-3, Kaisar Septimius Severus meninggal dunia di Eboracum, dan Konstantinus kemudian memproklamasikan kekaisarannya atas wilayah Britania.[41]
Ada perdebatan mengenai kapan agama Kristen pertama kali diperkenalkan, diperkirakan waktunya selambat-lambatnya pada abad ke-4, namun ada juga pendapat yang menyatakan bahwa agama Kristen telah masuk ke Britania lebih awal. Menurut Beda, misionaris dikirim dari Roma oleh Paus Eleutherius atas permintaan raja Lucius dari Britania pada tahun 180.[42] Pada tahun 410, kekuasaan Romawi di Britania mulai menurun, tentara Romawi yang ada di Britania ditarik kembali untuk mempertahankan perbatasan di benua Eropa dan ikut serta dalam perang sipil.[43]
Zaman pertengahan
Penarikan tentara Romawi membuat Inggris terbuka atas serangan dari suku-suku pagan dan tentara pelaut yang berasal dari barat daya Eropa, terutama suku Angles, Saxon, dan Jute, yang sudah lama menduduki pesisir timur Britania dan selanjutnya mulai membangun pemukiman.[43] Pengaruh mereka tetap bertahan selama berdekade-dekade lamanya hingga suku Briton berhasil memenangkan Pertempuran Gunung Badon. Setelah itu, Britania kembali jatuh ke tangan Briton pada akhir abad ke-6. Agama Kristen turut menghilang seiring jatuhnya Romawi, namun diperkenalkan kembali oleh para misionaris dari Romawi yang dipimpin oleh Agustinus sejak tahun 597 dan seterusnya, serta oleh misionaris Irlandia bernama Aidan pada periode yang sama.[44]
Selama periode ini, Britania diperintah oleh para pendatang yang kemudian juga terpecah menjadi beberapa suku, namun pada abad ke-7, suku-suku ini bergabung menjadi beberapa kerajaan seperti Northumbria, Mercia, Wessex, Anglia Timur, Essex, Kent, dan Sussex. Dalam beberapa abad kemudian, proses konsolidasi politik terus berlanjut.[45] Pada abad ke-7, terjadi perebutan hegemoni antara Northumbria dan Mercia, perselisihan ini diakhiri dengan kemenangan Mercia pada abad ke-8.[46] Pada abad ke-9, kejayaan Mercia digantikan oleh kebangkitan Wessex. Pada abad itu juga terjadi peningkatan serangan-serangan yang dilancarkan oleh Denmark, yang kemudian berhasil menaklukkan Inggris bagian utara dan timur serta menggulingkan pemerintahan Northumbria, Mercia, dan Anglia Timur. Wessex, di bawah pemerintahan Alfred yang Agung, tersisa sebagai satu-satunya kerajaan Inggris yang masih berdiri. Setelah Alfred wafat, Wessex terus berkembang dan diperluas lagi dengan menaklukkan Kerajaan Danelaw. Perkembangan Wessex ini membuat kesempatan untuk menyatukan Inggris secara politik semakin besar. Penyatuan ini pada akhirnya berhasil dilakukan oleh Athelstan pada tahun 953 setelah berdamai dengan Eadred. Gelombang serangan baru dari bangsa Skandinavia pada akhir abad ke-10 berakhir dengan ditaklukkannya kerajaan bersatu ini oleh Sweyn Forkbeard pada tahun 1013 dan kemudian oleh putranya, Knut, pada tahun 1016. Penaklukan ini membuat Inggris memasuki periode singkat sebagai bagian dari imperium Laut Utara yang juga terdiri dari Denmark dan Norwegia. Namun, pada tahun 1042, Edward sang Pengaku berhasil merebut kembali tanah Inggris.
Setelah pemerintahan Edward, pasukan Normandia, di bawah pimpinan William sang Penakluk, berhasil menaklukkan Inggris pada tahun 1066.[47] Bangsa Normandia ini sendiri berasal dari Skandinavia dan telah menetap di Norman (Perancis Utara) pada akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10.[48] Penaklukan ini menyebabkan jatuhnya periode budaya berbahasa Inggris dan digantikan oleh aristokrasi baru yang berbahasa Perancis. Perubahan ini pada akhirnya memiliki efek yang mendalam dan permanen terhadap perkembangan bahasa Inggris kedepannya.[49]
Wangsa Plantagenet dari Anjou mewarisi takhta Inggris, dengan Henry II yang menjabat sebagai Raja Inggris. Pada periode ini, Inggris berhasil memperluas kerajaannya hingga ke Perancis dan juga mewarisi takhta dari Kerajaan Perancis, termasuk Aquitaine.[50] Inggris memerintah Perancis selama tiga abad lamanya, di bawah pemerintahan raja-raja seperti: Richard I, Edward I, Edward III dan Henry V.[50] Pada periode ini juga terjadi perubahan besar dalam bidang perdagangan dan undang-undang, termasuk pengesahan Magna Carta, yang merupakan piagam hukum Inggris yang digunakan untuk membatasi kekuasaan raja berdasarkan hukum dan juga melindungi hak-hak penduduk merdeka. Monastisisme Katolik juga berkembang pada periode ini, yang menghasilkan filsuf-filsuf serta dibangunnya universitas-universitas seperti Universitas Oxford dan Cambridge oleh patronase kerajaan. Kerajaan Wales diambil alih oleh Plantagenet pada abad ke-13,[51] sedangkan Ketuanan Irlandia dihadiahkan kepada monarki Inggris oleh Paus.
Selama abad ke-14, Plantagenet dan Wangsa Valois dari Perancis sama-sama mengklaim sebagai pewaris sah atas Wangsa Kapet, yang menyebabkan kedua negara tersebut terlibat konflik yang berkelanjutan dalam Perang Seratus Tahun.[52] Musibah Kematian Hitam yang melanda Inggris pada tahun 1348 menewaskan kurang lebih setengah dari total populasi Inggris pada saat itu.[53][54] Dari tahun 1453-1487, perang saudara antara dua wangsa keluarga kerajaan terjadi (Wangsa York dan Wangsa Lancaster). Perang ini dikenal dengan sebutan Perang Mawar,[55] yang berakhir dengan kekalahan York dan harus merelakan takhta jatuh ke tangan Wangsa Tudor dari Wales, yaitu penerus Lancaster. Tudor, yang dipimpin oleh Henry Tudor, menginvasi Inggris bersama tentara-tentara Breton dan Wales. Tentara ini berhasil memperoleh kemenangan dalam Pertempuran Bosworth dengan tewasnya raja York terakhir; Richard III.[56]
Zaman modern awal
Selama periode Tudor, Renaisans mencapai Inggris melalui budaya Italia, yang memperkenalkan kembali seni serta debat pendidikan dan ilmiah dari zaman klasik.[57] Selama periode ini, Inggris mulai mengembangkan keterampilan angkatan laut, dan penjelajahan lautan untuk membangun koloni.[58][59]
Henry VIII memisahkan diri dari persekutuan dengan Gereja Katolik, ia kemudian mengesahkan Undang-Undang Supremasi pada tahun 1534 yang menyatakan bahwa raja adalah kepala dari Gereja Inggris. Berbeda dengan sebagian besar Protestanisme Eropa lainnya, akar dari pemisahan Inggris dari Gereja Katolik ini lebih ke arah politis ketimbang alasan teologis.[catatan 4] Henry juga secara hukum menggabungkan negeri leluhurnya, Wales, menjadi bagian dari Kerajaan Inggris dengan mengesahkan Undang-Undang Wales 1535-1542. Ada beberapa konflik agama internal yang terjadi selama masa pemerintahan putri Henry, Mary I dan Elizabeth I. Mary menghantarkan Inggris kembali ke pelukan Katolik, sedangkan Elizabeth memisahkannya sekali lagi, lalu menegaskan supremasi Gereja Inggris lebih kuat lagi dengan membentuk Anglikan.
Armada Inggris di bawah pimpinan Francis Drake berhasil mengalahkan armada Spanyol pada periode Elizabethan. Setelah persaingan panjang dengan Spanyol, koloni pertama Inggris di Amerika akhirnya berhasil didirikan pada 1585 oleh penjelajah Walter Raleigh di Virginia dan menamakannya Roanoke. Pemanfaatan koloni Roanoke ini gagal dan dikenal sebagai "koloni yang hilang", koloni ini kemudian ditinggalkan karena kurangnya persediaan makanan.[61] Bersama East India Company, Inggris juga bersaing dengan Belanda dan Perancis di Timur. Struktur politik Inggris berubah pada tahun 1603 saat Wangsa Stuart, dengan rajanya James VI dari Skotlandia, kerajaan yang menjadi musuh lama Kerajaan Inggris, mewarisi takhta Inggris. James kemudian menciptakan persatuan personal antara Kerajaan Inggris dan Kerajaan Skotlandia.[62][63] James menobatkan dirinya sebagai Raja Britania Raya, meskipun hal tersebut tidak diakui oleh hukum Inggris.[64] Di bawah pemerintahannya, Alkitab Versi Raja James diterbitkan pada tahun 1611. Alkitab ini tidak hanya mengalahkan karya-karya Shakespeare sebagai karya sastra terbesar dalam bahasa Inggris, namun juga menjadi versi standar dari Alkitab yang paling banyak dibaca oleh umat Kristiani selama empat ratus tahun.
Akibat posisi politik, agama dan sosial yang saling bertentangan, Perang Saudara Inggris terjadi antara para pendukung Parlemen dan pendukung Raja Charles I, yang masing-masingnya dikenal dengan sebutan Roundhead dan Cavalier. Perang ini adalah bagian dari rangkaian perang berkelanjutan yang dikenal sebagai Perang Tiga Kerajaan, yang juga melibatkan Skotlandia dan Irlandia. Pada akhirnya, parlemen berhasil menang, Charles I kemudian dieksekusi dan pemerintahan kerajaan diganti menjadi Persemakmuran Inggris. Pemimpin pasukan Parlemen, Oliver Cromwell, menobatkan dirinya sebagai Lord Protector pada tahun 1653.[65] Setelah kematian Cromwell, putranya, Richard mengundurkan diri dan tidak bersedia menjabat sebagai Lord Protector. Kemudian, Charles II dipanggil kembali untuk menempati jabatan sebagai Raja Inggris pada tahun 1660. Pada masa Charles II, melalui Restorasi Inggris, konstitusi kerajaan dirombak. Konstitusi baru ini menyatakan bahwa Raja dan Parlemen harus memerintah Inggris bersama-sama, meskipun pada kenyataannya parlemen akan memiliki kekuasaan yang lebih nyata. Kebijakan ini disahkan dalam Undang-Undang Deklarasi Hak 1689. Undang-undang ini juga menyatakan bahwa undang-undang hanya bisa dibuat oleh Parlemen dan tidak bisa ditangguhkan oleh Raja, dan Raja tidak diperkenankan memungut pajak atau menambah tentara tanpa persetujuan dari parlemen.[66] Dengan didirikannya Royal Society pada tahun 1660, ilmu pengetahuan di Inggris juga mengalami perkembangan yang pesat.
Kebakaran Besar London yang terjadi pada tahun 1666 menghanguskan sebagian besar kota London, namun dibangun kembali tidak lama sesudahnya.[67] Dalam Parlemen, dua faksi muncul sebagai kekuatan utama, yaitu Tory dan Whig. Tory merupakan pendukung kerajaan (royalis), sedangkan Whig beraliran liberal klasik. Faksi Tory pada awalnya mendukung James II. Namun, bersama Whig, kedua faksi ini kemudian berbalik menggulingkan takhta James dalam Revolusi Agung pada tahun 1688. Setelah jatuhnya takhta James, pangeran Belanda, William III, diundang untuk meneruskan takhta sebagai Raja Inggris. Di Skotlandia, muncul gerakan-gerakan yang menamakan dirinya sebagai Jacobites. Gerakan ini menolak kepemimpinan William dan menginginkan takhta tetap dipegang oleh keturunan dari James II. Setelah diadakan perundingan, Parlemen Inggris dan Parlemen Skotlandia sepakat untuk menggabungkan masing-masing kerajaan dalam sebuah kesatuan politik bernama Kerajaan Britania Raya pada tahun 1707.[62][68] Untuk menegaskan "persatuan politik" tersebut, lembaga-lembaga seperti hukum dan gereja nasional di masing-masing kerajaan tetap terpisah.[69]
Zaman kontemporer
Di bawah Kerajaan Britania Raya yang baru terbentuk, peranan dari Royal Society yang dikombinasikan dengan sedang berlangsungnya era Pencerahan di Inggris dan Skotlandia menghasilkan inovasi yang berkembang pesat dalam bidang sains dan teknologi. Perkembangan ini selanjutnya membuka jalan bagi terbentuknya Imperium Britania. Sedangkan di dalam negeri, hal tersebut memicu munculnya Revolusi Industri, yaitu suatu periode terjadinya perubahan besar dalam bidang sosial ekonomi dan kebudayaan di Inggris, menghasilkan sistem pertanian, manufaktur, teknik, dan pertambangan yang terindustrialisasi serta memelopori pembangunan jalan-jalan baru dan jaringan kereta api untuk memfasilitasi revolusi ini.[70] Dibukanya Kanal Bridgewater di Inggris Utara pada tahun 1761 menghantarkan Inggris ke era kanal Britania.[71][72] Pada tahun 1825, lokomotif uap kereta penumpang permanen pertama, Stockton and Darlington Railway, dibuka untuk umum.[71]
Pada masa Revolusi Industri, banyak penduduk pedesaan di Inggris yang pindah ke wilayah perkotaan untuk bekerja di pabrik-pabrik seperti London, Manchester, dan Birmingham. Kota-kota ini selanjutnya dijuluki sebagai "Kota Gudang" dan "Bengkel Dunia".[73][74] Inggris berhasil mempertahankan kestabilan pemerintahannya saat Revolusi Perancis meletus. William Pitt menjadi Perdana Menteri Britania Raya pada usia 24 tahun saat pemerintahan George III. Saat terjadinya Perang Napoleon, Napoleon Bonaparte berencana untuk menyerang Inggris dari tenggara. Namun rencana ini gagal. Tentara Britania di bawah pimpinan Horatio Nelson berhasil mengalahkan Tentara Napoleon di laut. Sedangkan di darat tentara Napoleon juga berhasil dikalahkan di bawah pimpinan Arthur Wellesley. Perang Napoleon ini menumbuhkan konsep "Britishness" dan identitas nasional "British", bersama dengan orang-orang Skotlandia dan Wales.[75]
London menjadi kawasan metropolitan terbesar dan terpadat di dunia pada era Victoria, serta juga menjadi kota perdagangan paling prestisius dalam Imperium Britania.[76] Pergolakan politik di dalam negeri memunculkan gerakan-gerakan seperti Chartisme dan Suffragette menyebabkan dilakukannya reformasi legislatif dan pemberlakuan hak pilih universal.[77] Pergesekan kekuasaan di Eropa tengah dan timur mengakibatkan meletusnya Perang Dunia I. Ratusan ribu tentara Inggris tewas karena berjuang untuk Britania Raya sebagai bagian dari Blok Sekutu.[catatan 5] Dua dekade kemudian, dalam Perang Dunia II, Inggris sekali lagi menjadi bagian dari Blok Sekutu. Pada akhir Perang Phoney, Winston Churchill menjadi Perdana Menteri. Berkembangnya teknologi perang menyebabkan banyak kota yang hancur akibat serangan udara dalam peristiwa The Blitz. Setelah perang usai, Imperium Britania menerapkan kebijakan dekolonisasi terhadap negara-negara jajahannya. Perang juga menyebabkan pesatnya perkembangan teknologi; automobil menjadi sarana utama transportasi dan mesin jet yang dikembangkan oleh Frank Whittle menyebabkan inovasi perjalanan udara menjadi lebih luas.[79] Perusahaan-perusahaan nasional di Inggris dinasionalisasi, dan National Health Service (NHS) didirikan pada tahun 1948. NHS Inggris menyediakan layanan kesehatan yang didanai oleh pemerintah bagi semua warga Inggris secara gratis sesuai kebutuhan, namun tetap dibayar melalui pajak umum. Dalam bidang pemerintahan, reformasi pemerintahan daerah dilakukan pada pertengahan abad ke-20.[80][81]
Sejak abad ke-20, terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran ke Inggris, sebagian besar berasal dari bagian lain Kepulauan Britania, tetapi juga ada yang berasal dari negara-negara Persemakmuran, terutama dari Asia Selatan.[82] Sejak tahun 1970 juga terjadi perubahan besar dalam sektor manufaktur dan pertumbuhan sektor industri jasa.[83] Sebagai bagian dari Britania Raya, Inggris bergabung dengan organisasi Masyarakat Ekonomi Eropa, yang selanjutnya menjadi Uni Eropa. Pada akhir abad ke-20, pemerintahan daerah di Britania Raya mengalami perubahan dengan diberikannya devolusi pada Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.[84] Namun, Inggris tetap menjadi bagian dari yurisdiksi Britania Raya.[85] Devolusi atau pelimpahan kekuasaan ini mendorong terbentuknya identitas "English" dan rasa patriotisme yang lebih kuat.[86][87] Akibatnya, tidak ada devolusi yang diberikan kepada Inggris, upaya untuk menciptakan sebuah sistem serupa dalam hal pemerintahan daerah juga ditolak dalam referendum.[88]
Pemerintahan
Sebagai bagian dari Britania Raya, sistem politik dasar bagi Inggris adalah monarki konstitusional dan sistem parlementer.[89] Inggris tidak memiliki pemerintahan sendiri sejak tahun 1707. Berdasarkan Undang-Undang Kesatuan 1707, Inggris dan Skotlandia bersatu menjadi Kerajaan Britania Raya.[68] Sebelum penyatuan tersebut, Inggris diperintah oleh monarki dan Parlemen Inggris. Saat ini, Inggris diatur langsung oleh Parlemen Britania Raya, meskipun negara-negara Britania lainnya diserahi pemerintahan sendiri (devolusi).[90] Pada House of Commons, yaitu Majelis Rendah dalam Parlemen Britania Raya, terdapat 532 dari total 650 anggota Parlemen (MP) yang mewakili konstituensi Inggris.[91]
Dalam pemilihan umum Britania Raya 2010 Partai Konservatif berhasil memenangkan mayoritas suara mutlak di Inggris, yakni 532 kursi; 61 kursi lebih banyak daripada gabungan kursi dari partai-partai lainnya. Namun, Konservatif tidak memperoleh jumlah kursi mayoritas dalam parlemen, sehingga menghasilkan "parlemen yang menggantung".[92] Untuk bisa memperoleh mayoritas suara di parlemen, Konservatif yang dipimpin oleh David Cameron berkoalisi dengan partai terbesar ketiga di Britania Raya, yaitu Partai Liberal Demokratik pimpinan Nick Clegg. Selanjutnya, pemimpin Partai Buruh, Gordon Brown, terpaksa meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri.[93] Saat ini, Partai Buruh dipimpin oleh Ed Miliband.
Sebagai konsekuensi atas keanggotaan Britania Raya di Uni Eropa, pemilu untuk menentukan siapa wakil Britania yang akan dikirim sebagai anggota Parlemen Eropa juga diselenggarakan secara regional di Inggris. Dalam pemilihan umum Parlemen Eropa 2009, hasil dari pemilu di region-region di Inggris untuk anggota Parlemen Eropa adalah sebagai berikut: 23 dari Konservatif, 10 dari Partai Kemerdekaan, 10 dari Liberal Demokratik, dua dari Partai Hijau, dan dua dari Partai Nasional Britania.[94]
Sejak devolusi, negara-negara lain yang berada dalam kedaulatan Britania Raya (Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara), masing-masing memiliki parlemen terdevolusi sendiri atau majelis untuk isu-isu lokal. Ada perdebatan mengenai status devolusi di Inggris. Awalnya direncanakan bahwa seluruh region di Inggris akan didevolusikan juga, namun setelah adanya penolakan dari region di Inggris Timur Laut dalam referendum, rencana ini akhirnya berhenti diajukan.[88]
Salah satu isu utama yang muncul dari kebijakan devolusi ini adalah "pertanyaan West Lothian (West Lothian question), yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi dimana anggota parlemen Skotlandia dan Wales dapat memberikan suara atas undang-undang yang terkait dengan Inggris, sedangkan Inggris tidak memiliki hak yang setara.[95] Akibat tidak memiliki devolusi kekuasaan, Inggris menjadi satu-satunya negara di Britania Raya yang tidak diberi hak untuk merumuskan kebijakan mengenai pengobatan kanker gratis, perawatan perumahan untuk penduduk usia tua, dan biaya pendidikan tinggi gratis.[96] Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya rasa "nasionalisme Inggris".[97] Beberapa pihak telah menyarankan pembentukan Parlemen Inggris yang terdevolusi,[98] sedangkan yang lainnya juga mengusulkan agar pemberian suara yang terkait dengan Inggris dibatasi, dengan artian hanya berhak dilakukan oleh anggota parlemen yang berasal dari daerah pemilihan Inggris.[99]
Hukum
Sistem hukum Inggris yang berkembang selama berabad-abad adalah dasar dari sistem hukum umum yang digunakan di sebagian besar negara-negara Persemakmuran dan Amerika Serikat (kecuali Louisiana).[100][101] Meskipun telah menjadi negara bagian dari Britania Raya, sistem hukum Pengadilan Inggris dan Wales tetap digunakan. Berdasarkan Perjanjian Kesatuan, sistem hukum yang digunakan di Inggris dan Wales terpisah dengan sistem hukum yang digunakan di Skotlandia. Esensi umum dari hukum Inggris adalah bahwa hukum dibuat oleh hakim yang berkedudukan di pengadilan, yang menerapkannya menurut akal sehat dan pengetahuan mereka (preseden).[102]
Sistem pengadilan dikepalai oleh Pengadilan Senior Inggris dan Wales, yang terdiri dari Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Kehakiman untuk kasus perdata, dan Pengadilan Mahkota untuk kasus pidana.[103] Sedangkan Mahkamah Agung Britania Raya merupakan lembaga peradilan tertinggi untuk kasus-kasus perdata maupun pidana di Inggris dan Wales. Mahkamah ini dibentuk pada tahun 2009 setelah perubahan konstitusi, yang mengambil alih fungsi yudisial dari House of Lords.[104] Keputusan dari Mahkamah Agung ini mengikat setiap pengadilan lainnya dalam hierarki dan harus sesuai dengan petunjuknya.[105]
Kriminalitas meningkat antara tahun 1981 sampai 1995, namun mengalami penurunan sekitar 42% pada periode 1995-2006.[106] Populasi penjara naik dua kali lipat pada periode yang sama. Hal ini menjadikan Inggris sebagai negara dengan tingkat penahanan tertinggi di Eropa Barat, dengan perbandingan 147 tahanan per 100.000 jiwa.[107] Layanan Tahanan Yang Mulia (Her Majesty's Prison Service) bertugas melaporkan kepada Menteri Kehakiman sekaligus mengelola penjara di Inggris yang dihuni oleh lebih dari 80.000 narapidana.[107]